Home

Sabtu, 24 September 2016

Jenis-jenis transaksi Pasar Uang dan Modal Syariah



BAB II
PEMBAHASAN
A.    Pengertian Pasar modal syariah
Definisi pasar modal sesuai dengan Undang-undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal (UUPM) adalah kegiatan yang bersangkutan dengan Penawaran Umum dan perdagangan Efek, Perusahaan Publik yang berkaitan dengan Efek yang diterbitkannya, serta lembaga dan profesi yang berkaitan dengan Efek.
Pasar modal syariah merupakan kegiatan yang bersangkutan dengan penawaran umum dan perdagangan efek, perusahaan publik yang berkaitan dengan efek yang diterbitkannya, serta lembaga dan profesi yang berkaitan dengan efek yang dijalankan berdasarkan prinsip syariah.
B.     Landasan Hukum Pasar Modal Syariah
Terdapat 14 fatwa yang telah dikeluarkan oleh Dewan Syariah Nasional- Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI) yang berhubungan dengan pasar modal syariah Indonesia sejak tahun 2001, yang meliputi antara lain:
14.  Fatwa No. 80/DSN-MUI/III/2011 tentang Penerapan Prinsip Syariah dalam Mekanisme Perdagangan Efek Bersifat Ekuitas di Pasar Reguler Bursa Efek.
Terdapat 3 (tiga) Peraturan Bapepam & LK yang mengatur tentang efek syariah sejak tahun 2006, yaitu:
Terdapat 1 Undang-Undang yang mengatur tentang SBSN (Surat Berharga Syariah Negara) yaitu: UU No. 19 Tahun 2008 tentang Surat Berharga Syariah Negara.
C.    Karakteristik dan Produk di Pasar Modal Syariah Indonesia
Produk syariah di pasar modal antara lain berupa surat berharga atau efek. Berdasarkan Undang-undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal (UUPM), Efek adalah surat berharga, yaitu surat pengakuan utang, surat berharga komersial, saham, obligasi, tanda bukti utang, Unit Penyertaan kontrak investasi kolektif, kontrak berjangka atas Efek, dan setiap derivatif dari Efek. Sejalan dengan definisi tersebut, maka produk syariah yang berupa efek harus tidak bertentangan dengan prinsip syariah. Oleh karena itu efek tersebut dikatakan sebagai Efek Syariah. Sampai dengan saat ini, Efek Syariah yang telah diterbitkan di pasar modal Indonesia meliputi Saham Syariah, Sukuk dan Unit Penyertaan dari Reksa Dana Syariah.
1. Sukuk
Sukuk merupakan obligasi syariah (islamic bonds). Sukuk secara terminologi merupakan bentuk jamak dari kata ”sakk” dalam bahasa Arab yang berarti sertifikat atau bukti kepemilikan. Sementara itu, Peraturan Bapepam dan LK Nomor IX.A.13 memberikan definisi Sukuk sebagai “Efek Syariah berupa sertifikat atau bukti kepemilikan yang bernilai sama dan mewakili bagian yang tidak tertentu (tidak terpisahkan atau tidak terbagi (syuyu’/undivided share). Sukuk bukan merupakan surat utang, melainkan bukti kepemilikan bersama atas suatu aset/proyek. Setiap sukuk yang diterbitkan harus mempunyai aset yang dijadikan dasar penerbitan (underlying asset ). Klaim kepemilikan pada sukuk didasarkan pada aset/proyek yang spesifik. Penggunaan dana sukuk harus digunakan untuk kegiatan usaha yang halal. Imbalan bagi pemegang sukuk dapat berupa imbalan, bagi hasil, atau marjin, sesuai dengan jenis akad yang digunakan dalam penerbitan sukuk.
Jenis sukuk berdasarkan Standar Syariah AAOIFI No.17 tentang Investment Sukuk, terdiri dari :
  1. Sertifikat kepemilikan dalam aset yang disewakan.
  2. Sertifikat kepemilikan atas manfaat, yang terbagi menjadi 4 (empat) tipe : Sertifikat kepemilikan atas manfaat aset yang telah ada, Sertifikat kepemilikan atas manfaat aset di masa depan, sertifikat kepemilikan atas jasa pihak tertentu dan Sertifikat kepemilikan atas jasa di masa depan.
  3. Sertifikat salam.
  4. Sertifikat istishna.
  5. Sertifikat murabahah.
  6. Sertifikat musyarakah.
  7. Sertifikat muzara’a.
  8. Sertifikat musaqa.
  9. Sertifikat mugharasa.
2. Reksa Dana Syariah
Dalam Peraturan Bapepam dan LK Nomor IX.A.13 Reksa Dana syariah didefinisikan sebagai reksa dana sebagaimana dimaksud dalam UUPM dan peraturan pelaksanaannya yang pengelolaannya tidak bertentangan dengan Prinsip-prinsip Syariah di Pasar Modal. Reksa Dana Syariah sebagaimana reksa dana pada umumnya merupakan salah satu alternatif investasi bagi masyarakat pemodal, khususnya pemodal kecil dan pemodal yang tidak memiliki banyak waktu dan keahlian untuk menghitung risiko atas investasi mereka. Reksa Dana dirancang sebagai sarana untuk menghimpun dana dari masyarakat yang memiliki modal, mempunyai keinginan untuk melakukan investasi, namun hanya memiliki waktu dan pengetahuan yang terbatas. Reksa Dana Syariah dikenal pertama kali di Indonesia pada tahun 1997 ditandai dengan penerbitan Reksa Dana Syariah Danareksa Saham pada bulan Juli 1997.
3. Saham Syariah
Saham merupakan surat berharga bukti penyertaan modal kepada perusahaan dan dengan bukti penyertaan tersebut pemegang saham berhak untuk mendapatkan bagian hasil dari usaha perusahaan tersebut. Konsep penyertaan modal dengan hak bagian hasil usaha ini merupakan konsep yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah. Prinsip syariah mengenal konsep ini sebagai kegiatan musyarakah atau syirkah. Berdasarkan analogi tersebut, maka secara konsep saham merupakan efek yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah. Namun demikian, tidak semua saham yang diterbitkan oleh Emiten dan Perusahaan Publik dapat disebut sebagai saham syariah. Suatu saham dapat dikategorikan sebagai saham syariah jika saham tersebut diterbitkan oleh:
  1. Emiten dan Perusahaan Publik yang secara jelas menyatakan dalam anggaran dasarnya bahwa kegiatan usaha Emiten dan Perusahaan Publik tidak bertentangan dengan Prinsip-prinsip syariah.
  2. Emiten dan Perusahaan Publik yang tidak menyatakan dalam anggaran dasarnya bahwa kegiatan usaha Emiten dan Perusahaan Publik tidak bertentangan dengan Prinsip-prinsip syariah, namun memenuhi kriteria sebagai berikut:
  1. Kegiatan usaha tidak bertentangan dengan prinsip syariah sebagaimana diatur dalam peraturan IX.A.13,  yaitu tidak melakukan kegiatan usaha:
  • perjudian dan permainan yang tergolong judi;
  • perdagangan yang tidak disertai dengan penyerahan barang/jasa;
  • perdagangan dengan penawaran/permintaan palsu;
  • bank berbasis bunga;
  • perusahaan pembiayaan berbasis bunga;
  • jual beli risiko yang mengandung unsur ketidakpastian (gharar) dan/atau judi (maisir), antara lain asuransi konvensional;
  • memproduksi, mendistribusikan, memperdagangkan dan/atau menyediakan barang atau jasa haram zatnya (haram li-dzatihi), barang atau jasa haram bukan karena zatnya (haram li-ghairihi) yang ditetapkan oleh DSN-MUI; dan/atau, barang atau jasa yang merusak moral dan bersifat mudarat;
  • melakukan transaksi yang mengandung unsur suap (risywah);
  1. rasio total hutang berbasis bunga dibandingkan total ekuitas tidak lebih dari 45%, dan
  2. rasio total pendapatan bunga dan total pendapatan tidak halal lainnya dibandingkan total pendapatan usaha dan total pendapatan lainnya tidak lebih dari 10%.
Bagi emiten / perusahaan yang terdaftar dan sahamnya diperdagangkan di bursa saham, apabila memenuhi kriteria di atas, maka bisa digolongkan sebagai saham syariah. Dari sekitar 463 saham yang terdaftar saat ini, 300 di antaranya merupakan perusahaan yang sesuai dengan kriteria di atas. Investor tidak perlu repot-repot untuk membaca laporan tersebut satu per satu karena saham yang memenuhi criteria di atas dirangkum dalam Daftar Efek Syariah (DES) yang diterbitkan oleh BAPEPAM-LK atau pihak yang diakui oleh BAPEPAM-LK dan daftar tersebut bisa diperoleh di situs www.bapepam.go.id dan www.idx.co.id (situs Bursa Efek Indonesia).
DES diperbaharui setiap 6 bulan sekali dan apabila ada emiten yang baru masuk bursa dan ternyata sesuai dengan kriteria di atas, maka bisa dimasukkan dalam DES tanpa harus menunggu periode 6 bulan. Kinerja saham-saham yang masuk dalam kategori syariah secara umum diwakili oleh 2 indeks yaitu Indeks Saham Syariah Indonesia (ISSI) dan Jakarta Islamic Index (JII). Perbedaannya, ISSI merupakan cerminan dari seluruh saham yang masuk dalam kategori syariah,  sementara JII hanya mengambil 30 saham dari DES dengan pertimbangan likuiditas, kapitalisasi dan faktor fundamental lainnya.
D.  Jenis dan Mekanisme Transaksi Pasar Modal
Berdasarkan rujukan dari buku “Pasar Modal Indonesia” oleh Sawidji Widoatmodjo, jenis dan mekanisme transaksi pasar modal dapat dibedakan menjadi:
a.       Berdasarkan waktu transaksi, pasar dapat dibedakan menjadi :
1.      Pasar Perdana : pasar yang transaksinya dilakukan ketika pertama kali surat berharga diterbitkan.
2.      Pasar Sekunder : pasar yang transaksinya dilakukan setelah surat berharga masuk ke bursa, dengan kata lain efek yang diperjualbelikan sudah tercatat dibursa efek.
b.      Berdasarkan jumlah saham yang ditransaksikan dan cara pembentukan harganya, pasar dibedakan menjadi:
1.      Pasar Reguler : pasar yang jumlah saham yang boleh ditransaksikan dalam sekali transaksi sebanyak antara satu lot hingga empat ratus lot. Satu lot berisi 500 lembar saham.
2.      Pasar Negosiasi : pasar yang dapat melakukan transaksi yang jumlah saham yang diperdagangkan kurang dari satu lot ataupun yang lebih dari 400 lot.
E.   11 Jenis Indeks Harga Saham
1.    IHSG
2.    Indeks Sektoral
3.    Indeks LQ45
4.    JII
5.    Indeks Kompas100
6.    Indeks BISNIS-27
7.    Indeks Pefindo25
8.    Indeks SRI-KEHATI
9.    Indeks Papan Utama
10. Indeks Papan Pengembangan
11. Indeks Individual
F. Pasar Uang Syariah
1.      Jenis transaksi yang terdapat di pasar uang syariah
a.       Pasar Uang Antar Bank Berdasarkan Prinsip Syariah
Pengertian pasar uang antarbank berdasarkan prinsip syariah (PUAS) diatur dalam Pasal 1 butir4 Peraturan Bank Indonesia (selanjutnya ditulis PBI) Nomor 7/26/PBI/2005 tentang perubahan atas PBI No.2/8/PBI/2000 tentang PUAS adalah kegiatan investasi jangka pendek dalam rupiah antar peserta pasarberdasarkan prinsip mudharabah. Mudharabah adalah perjanjian antara penanam dana dan pengelola dan untukmelakukan kegiatan usaha guna memperoleh keuntungan dan keuntungan tersebut akan dibagikan kepada keduabelah pihak berdasarkan nisbah yang telah disepakati sebelumnya.
Pengertian lain terdapat dalam Fatwa Dewan Syariah Nasional (DSN) Majelis Ulama Indonesia (MUI)Nomor 37/DSN-MUI/X/2002 tanggal 23 Oktober 2002 Masehi atau 16 Sya’ban 1423 Hijriyah, menyebutkan bahwaPUAS adalah kegiatan transaksi keuangan jangka pendek antar peserta pasar berdasarkan prinsip-prinsip syariah. PUAS merupakan salah satu sarana perangkat dan piranti yang memudahkan bank syariah untukberinteraksi dengan bank syariah lain atau unit usaha syariah Bank Konvensional.
PUAS menggunakan piranti Sertifikat Investasi Mudharabah Antarbank (IMA) yang berjangka waktumaksimum 90 hari. Menurut Pasal 1 butir 6 PBI No. 2/8/PBI/2000, IMA adalah sertifikat yang digunakansebagai sarana untuk mendapatkan dana dengan prinsip mudharabah. IMA hanya diterbitkan oleh Kantor Pusat Bank Syariah atau Unit usaha Syariah Bank Konvensional.
Ada persamaan dan perbedaan antara Pasar Uang Antarbank berdasarkan prinsip syariah (PUAS) danPasar Uang Antarbank Konvensional (PUAB). Persamaannya yaitu :
1.         Keduanya merupakan instrumen likuiditas yang fungsinya memudahkan perbankan yang mengalami kesulitan likuiditas, baik berupa kekurangan maupun kelebihan likuiditas;
2.         Keduanya memiliki jangka waktu paling lama 90 hari atau merupakan jenis investasi jangka pendek;
3.         Pembayaran dapat dilakukan dengan nota kredit melalui kliring atau bilyet giro Bank Indonesia atautransfer dana secara elektronis.
Sedangkan perbedaannya yaitu :
1.      PUAS tidak mendasarkan transaksinya pada suku bunga melainkan pada pola bagi hasil, sedangkan PUAB seluruhnya mendasarkan transaksinya pada suku bunga;
2.      Peserta PUAS meliputi bank syariah dan Bank Konvensional, sedangkan peserta PUAB hanya Bank Konvensional;
3.      Peranti yang digunakan dalam PUAS adalah sertifikat IMA, sedangkan peranti yang umum digunakan dalam PUAB adalah promes atau promisary notes;
4.      Sertifikat IMA sebagai piranti utama PUAS hanya dapat dialihkan 1 kali, sedangkan terhadap promes dapat dipindahtangankan berulang kali selama belum jatuh tempo;
5.      Dalam perhitungan imbalan peranti utama PUAS tidak mengikutkan sama sekali komponen bunga. Di lain pihak bunga merupakan komponen utama perhitungan imbalan dalam PUAB;
6.      Risiko yang timbul dari aktivitas transaksi pada PUAS relatif jauh lebih kecil daripada risiko transaksi PUAB;
7.      Sertifikat IMA sebagai peranti utama PUAS diterbitkan sebagai tanda bukti penyertaan dalam suatu proyek investasi, oleh karena itu hanya dapat dipindahtangankan satu kali, sedangkan promes merupakan suatu negotiable instrument dimana para pihak tidak dibatasi dalam menegosiasikannya hingga waktu jatuh tempo berakhir.
b.      Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS)
Peraturan Bank Indonesia Nomor 10/11/PBI tanggal 31 Maret 2008 tentang Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS) adalah surat berharga berdasarkan prinsip syariah berjangka waktu pendek dalam mata uang rupiah yang di terbitkan oleh Bank Indonesia.
1.      KAREKTERISTIK SBIS
a.       menggunakan akad ju'alah*
b.      satuan unit sebesar Rp.1.000.000,00 (satu juta rupiah);
c.       berjangka waktu paling kurang 1 (satu) bulan dan paling lama 12 (dua belas) bulan;
d.      diterbitkan tanpa warkat (scripless);
e.       dapat diagunkan kepada Bank Indonesia; dan
f.       tidak dapat diperdagangkan di pasar sekunder.
Berdasarkan fatwa Dewan Syariah Nasional-Majelis Ulama Indonesia, SBIS juga dapat diterbitkan dengan menggunakan akad mudharabah, musyarakah, wadiah, qardh, dan wakalah.
2.      MEKANISME PENERBITAN SBIS
SBIS diterbitkan melalui mekanisme lelang.
3.      PIHAK YANG DAPAT IKUT SERTA DALAM LELANG SBIS
1.         Bank Umum Syariah (BUS) atau Unit Usaha Syariah (UUS) atau pialang yang bertindak untuk dan atas nama BUS/UUS; dan
2.         BUS atau UUS, baik sebagai peserta langsung maupun peserta tidak langsung, wajib memenuhi persyaratan Financing to Deposit Ratio (FDR) yang ditetapkan Bank Indonesia.
4.      PEMBATALAN HASIL LELANG SBIS DAN PEMBATALAN TRANSAKSI SBIS
1.         Hasil lelang SBIS dapat dibatalkan oleh Bank Indonesia.
2.         Transaksi SBIS (setelmen lelang SBIS, setelmen first leg Repo SBIS, dan setelmen second leg Repo SBIS) dinyatakan batal apabila saldo rekening giro dan saldo rekening surat berharga BUS atau UUS di Bank Indonesia tidak mencukupi.
5.      REPO SBIS
1.         SBIS dapat direpokan kepada Bank Indonesia.
2.         Repo SBIS berdasarkan prinsip qard yang diikuti dengan rahn.
3.         BUS atau UUS terlebih dahulu wajib menandatangani Perjanjian Pengagunan SBIS dalam Rangka Repo SBIS.
4.         Terhadap Repo SBIS dikenakan biaya Repo.
6.      SANKSI
Terhadap setiap transaksi SBIS yang dinyatakan batal dikenakan sanksi berupa :
a.       teguran tertulis; dan
    1. kewajiban membayar sebesar 1 0/00 (satu per seribu) dari nilai Transaksi SBIS yang dinyatakan batal atau paling banyak sebesar Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
  1. Selain dikenakan sanksi tersebut di atas, BUS atau UUS juga dikenakan sanksi :
    1. pemberhentian sementara mengikuti lelang SBIS minggu berikutnya; dan
    2. larangan mengajukan Repo SBIS selama 5 (lima) hari kerja berturut-turut, terhitung sejak BUS atau UUS dikenakan teguran tertulis ketiga dalam kurun waktu 6 (enam) bulan.
7.      KETENTUAN PERALIHAN
a.       Sertifikat Wadiah Bank Indonesia yang telah diterbitkan sebelum Peraturan Bank Indonesia ini diberlakukan, tetap berlaku dan tunduk pada ketentuan dalam Peraturan Bank Indonesia Nomor 6/7/PBI/2004 tanggal 16 Februari 2004 tentang Sertifikat Wadiah Bank Indonesia sampai Sertifikat Wadiah Bank Indonesia tersebut jatuh waktu.
    1. Dengan dikeluarkannya Peraturan Bank Indonesia ini, Peraturan Bank Indonesia Nomor : 6/7/PBI/2004 tanggal 16 Februari 2004 tentang Sertifikat Wadiah Bank Indonesia dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
c.       Surat Berharga Syariah Negara
SBSN adalah surat berharga negara yang diterbitkan berdasrkan prinsip syariah, sebagai bukti atas bagian penyertaann terhadap aset SBSN dalam mata uang rupiah.
d.      Jual beli valas (Al-Sharf)
Dalam konteks Indonesia, ketentuan syariah mengenai jual beli valas ini tertuang Fatwa DSN-MUI No. 28/DSN-MUI/III/2002. Transaksi jual beli mata uang pada prinsipnya adalah boleh dengan ketentuan :
a.       Tidak spekulasi (untung-untungan)
b.      Ada kebutuhan transaksi / untuk berjaga-jaga (simpanan)
c.       Apabila transaksi di lakukan terhadap mata uang sejenis, maka nilainya harus sama dengan secara tunai
d.      Apabila berlainan jenis, maka harus di lakukan dengan nilai tukar (Kurs) yang berlaku pada saat transaksi di lakukan secara tunai.
Jenis transaksi Valas :
1.      Transaksi tunai (spot)
2.      Transaksi berjangka / tunggak (forward)
3.      Transaksi barter (swap)
DAFTAR PUSTAKA

          Buku Panduan IHSG : 2010 : IDX
Soemitra, Andri M.A : 2014 : BANK dan LEMBAGA KEUANGAN SYARIAH: Rawamangun, Jakarta : Kencana Prenadamedia Group
file:///F:/MENGENAL PRODUK-PRODUK PASAR MODAl SYARIAH.htm
jenis-jenis transaksi pasar uang dan modal syariah

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar